Netizen dan Citizen


Transformasi dari Citizen menjadi Netizen dalam rangka mewujudkan Netizenship
Oleh Fauwaz Ahmad Raihan
Ilmu Ekonomi 2015, FEB UB.

Di era globalisasi, modernisasi dan googlisasi saat ini tentu masyarakat tidak asing dengan namanya internet. Berdasarkan data survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) 2016 menyebutkan bahwa 132,7 Juta masyarakat Indonesia sudah terkoneksikan internet dari total 256 Juta total penduduk Indonesia. angka tersebut hampir naik 2x lipat dibandingkan tahunm sebelumnya yang berada dikisaran 88 Juta orang. (Kompas, 8 Nov). meningkatnya jumlah pengguna internet dari tahun ke tahun adalah sebuah keberhasilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Meningkatnya jumlah netizen diindonesia masih didominasi oleh kelas menengah. Hal tersebut tentu adalah kabar positif bagi proses transformasi masyarakat. dalam masyarakat netizen tersebut, kepemilikan dan distribusi informasi menjadi kapital penting dalam membangung nilai-nilai kewarganegaraan internet (netizenship) yang berlaku di dunia maya, seperti interkonektivitas, interaktif dan juga dialogis (Castell 2010 dalam Kompas).

Representatif dan partisipasi melalui netizenship itu wujudkan mereka melalui seberapa infomasi yang mereka miliki dan seberapa besar frekuensi informasi tersebut disebar kepada sesame netizen. Sehingga perilaku mereka tersebut dari mempunyai hingga menyebarkan (Get and Share) menciptakan buzzer, influencer dan follower. Perilaku mereka mengambarkan pola yang terjadi secara berkelanjutan (continue).

Saat ini masyarakat netizen Indonesia adalah generasi baru dalam sistem masyarakat era modern pasca orde baru. Secara tidak langsung perilaku netizen satu dengan lainnya mentransformasikan ruang dan status yang sebelumnya dari kelompok kelas menengah urban.
Transformasi ruang dapat diartikan sebagai perpindahan interaksi individu atau kelompok yang sebelumnya dilakukan secara eksklusif, mengelompok dan simbolis atau bisa kita sebut offline menjadi inklusi, egalitarian dan persuasif di dunia online/maya. Sedangkan saudaranya yakni trasnformasi status dapat dimaknai sebagai perpindahan suatu keanggotaan kelompok dalam kelas masyarakat menuju status komunitarian dalam dunia online.

Adanya 2 transformasi tersebut menandai adanya pergeseran generasi kelas Z menuju kelas Y dalam memainkan peran politik dalam masyarakat berkat adanya peran internet saat ini. Pergeseran generasi Z ke Y khususnya di negara Indonesia akan memberikan dampak politik yang cukup berarti baik memberikan influencer kepada masyarakat umum (citizen) ataupun pengambilan keputusan pemerintahan.

Realitas yang ditunjukan di dunia nyata dan dunia maya menunjukan bahwa netizen lebih cenderung membicarakan politik keseharian seperti pedagang sayur cantik, orasi ahmad dhani, dan sebagainya yang dirasa bukan masalah politik krusial di negara kita dan akan dianggap sebagai angina lalu. sedangkan masalah korupsi, kolusi dan nepotisme seolah-olah menjadi hal yang basi untuk diperbincangkan. Bahkan baru-baru ini Sugiharto,Direktur Pengelola Informasi Adminitstrasi Kependudukan Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri menjadi tersangka kasus pengandaan kartu tanda penduduk berbasi elektronik (e-KTP) yang mengakibatkan penggelembungan anggaran pemerintah hingga Rp 2 triliun.

Yang menjadi permasalahan saat ini apakah netizen yang memiliki peran politik sudah mampu menampilkan pemecahan masalah yang solutif dan kuratif?. Dalam banyak hal saat ini, netizen belum mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi saat ini, bahkan keberadaan netizen menyebabkan terfragmentasinya masyarakat umum (citizen) yang mengakibatkan masalah lainnya.
Fenomena itulah yang kini menjadi kasis netizen Indonesia:bahwa dunia maya menjadi arena terbaru untuk menciptakan kubu-kubu kepentingan yang satu dan yang lainnya.

Sejatinya memang seperti inilah demokrasi, perdebatan antar sesama adalah hal yang lumrah terjadi.  Namun perbedaan sudut pandang sebuah isu, pendapat dan kepentingan antar satu dengan yang lainnya menjadi ancaman dan ketakutan sendiri bagi beberapa kalangan, sebab hal tersebut dapat berimplikasi pada segmentasi masyarakat Indonesia.

Sayangnya, netizen kita hingga hari ini menjadikan sosial media  mereka sebagai dunia posting keluh-kesah untuk dikomentari oleh komunitas mereka dan berharap mereka Eksis didunia maya. Selain itu, informasi yang mereka share lebih bersifat destruktif dari pada konstruktif. tentunya ini adalah yang harus kita cegah bersama-sama baik pihak citizen, netizen, pemerintah dan pihak lainnya untuk mewujudkan netizenship di Indonesia dalam era globalisasi.
Sumber:

Kompas, Jati, Wasisto Rahardjo :Menjadi “Netizen” Transformatif .8 November 2016

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Urgensi Mahasiswa Saat Ini

Definisi serta penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra, Renja SKPD dan RKPD?